Total Pageviews

Penganut

It's The Official Indonesian Blogger

Indonesian Freebie Web and Graphic Designer Resources

Fase Bulan Terkini

CURRENT MOON

GeoCounter


free counters

Visitor's Track

KOMPAS.com

Powered By Blogger
Powered by Blogger.

Baju Kembar

Pasar Tanah Abang saat pagi sekitar jam 9 sangatlah panas dan becek. Pembeli dan pedagang berkumpul di sana untuk melakukan transaksi jual beli. Tidak terkecuali untuk Ibu Sari. Setiap minggu dia selalu pergi ke toko pakaian langganannya, Toko Haji Udin, untuk membeli pakaian dalam jumlah yang sangat banyak. Maklum, dia adalah ibu-ibu arisan yang biasa menjual pakaian-pakaian yang ia beli saat berada di majelis pengajian atau ke RW sebelah. Pakaian yang ia jajakan pun bermacam-macam, ada daster, ada kebaya, jilbab, rok, dan lain-lain. Tidak heran kalau bisnis yang ia jalankan ini cukup besar keuntungannya untuk menambah keuangan keluarganya, walaupun sistem pembayarannya secara kredit oleh pelanggannya yang notabene ibu-ibu dan nenek-nenek.

 

Pada waktu itu suasana Toko Haji Udin, seperti biasa, ramai dikunjungi pelanggannya. Rebutan dan sedikit kericuhan mewarnai teras toko itu. Biasanya tokonya akan sepi pada pukul 12 siang. Tidak bisa dipungkiri kalau 3 jam untuk melakukan transaksi jual beli sejak buka hingga waktu istirahat bisa dikatakan bahwa produk yang dijual di toko itu sedang laku keras. Teriakan dan tangan-tangan yang saling berebutan pakaian oleh para pembeli tidak membuat konsentrasi Ibu Sari untuk memilih pakaian yang bagus motifnya. Matanya sangat berapi-api untuk berebut baju yang bagus.
“Bang Haji, saya ambil 15 biji deh.... Berapa semuanya ?” Tanyanya sambil menggebu-gebu.
“Oh... Lima ratus Ribu aja neng...” Jawab Pak Haji Udin.

Ibu itu pun langsung mengeluarkan dompet yang ada di dalam tas belanjanya yang menyatu dengan bahan makanan seperti sayuran, daging, dan lain-lain. Mengeluarkan lima lembar uang seratus ribu, sambil menengok agak sering ke sekitarnya, karena penjambretan bisa saja terjadi. Seraya uang telah siap untuk diberikan, pak Haji itu sedang memasukan baju yang telah dipilih ibu itu ke kantong plastik besar. Dengan bergetarnya uang itu diberikan kepada penjual, ibu itu membaca bacaan bismillah agar barokah. Lalu penjual itu memberikan dagangannya kepada ibu itu sambil berkata “Makasih ya neng..”, katanya dengan nada neng yang sepantasnya diucapkan karena umur mereka berbeda dua puluh lima tahun. 

Setelah itu sang ibu langsung pergi menuju sebuah jalan yang tidak jauh dari toko itu, namun harus keluar dari gang. Di jalan sedang menunggu angkot-angkot yang sedang mencari penumpang. Karena rumah Ibu itu pun jaraknya sangat dekat dengan pasar itu, hanya terpaut lima ratus meter, dia langsung menaiki becak yang terparkir di seberang jalan. Dengan membayar uang sebesar lima ribu rupiah, ibu itu bisa sampai diantar sopir sang becak. Selama perjalanan, ibu Sari tidak memperhatikan jalanan. Ia terpaku pada barang beliannya, dia takut kalau ada yang tertinggal, tapi ternyata tidak. 

Sesampainya di rumah, ibu sari langsung menuju kamarnya untuk merapikan kembali baju-baju yang ia beli. Cantiknya motif baju-baju itu membuat semangat ibu itu makin yakin kalau dagangannya akan laku keras. Saat dia sedang bercermin melihat-lihat baju itu datanglah anaknya yang duduk di sekolah SMA, faris, dengan muka yang masih kusut sejak bangun karena malas untuk beranjak mandi.

“Baju dagangan mak ?” tanya dia dengan polosnya.
“Iya ris. Pada bagus yak?” jawab ibunya. “Emak yakin dagangan emak sekarang pada banyak yang beli.”
“Wah, semangat emak bagus. Lanjutkan !” sambil faris mengangkat kedua jempolnya dengan bersenyum seperti orang yang tidak jelas.
“Lah elu. Gaya lu udah kayak anak partai aja.” nyeletuk si ibu.
“Hehehe..” nyengir faris sambil keluar kamar dengan bahu yang membungkuk untuk melanjutkan kegiatan bermalasnya.

Tidak lama setelah itu, faris berteriak kecil kepada ibunya, “Mak, ada mpok Minah”. “iya ris, suruh tunggu di ruang tamu.” Ibu sari pun langsung keluar dari kamarnya dengan membawa dagangannya, telah mengetahui kalau tamunya pasti ingin membeli dagangannya.

“Yang ini berapa?” tanya mpok Minah.
“Yang ini gue patok 60 ribu. Khusus buat lu gue kasih nyicil 4 kali bayar.”
“Beneran ?” mpok Minah agak kaget.
“Iya, lu bisa bayar 4 kali. Jadi pagi-pagi lu bayar, siang bayar, sore bayar, terus malemnya juga bayar. Lunas kan ?”
“Ah, itumah sama aja bohong dong. Eh, ntar sore lu jadi kan ke arisan? Sekarang arisannya di rumah Bu Lela. Sekalian ada Bu Hajjah Syarif baru pulang dari singapur.”
“Iya jadi dong. Gue heran ngapain yah dia pergi ke singapur? Padahal udah tua gitu masih aja doyan ke luar negeri. Apa ga takut encok tuh ?”
“Biasa lah, kalo udah banyak duit mah ga tanggung-tanggung maennya ke negeri orang. Eh, gue pulang dulu yah, ni baju gue beli, kaya biasa yah jumat gue bayar.”
“Iye dah. Ntar berangkatnya bareng yah.”

Sorenya di rumah Bu Lela, datang bu syarif dengan gaya yang sudah nyentrik. Make up-nya tebal, agar kulit tuanya itu sedikit terlihat muda. Bu Lela yang sedang memasak agak kaget dengan ucapan salam dari luar.

“Eh Bu Hajjah, masuk kedalem.” Bu lela mempersilakan.
“Nggak usah deh. Disini aja.” Sambil tubuhnya berkoordinasi untuk duduk di kursi teras, sambil mengeluarkan hihid (ralat: kipas) dari tasnya. “Ngomong-ngomong, disini sepi banget yah ? jadi gak sih arisannya?” tanyanya agak sinis.
“Ya iyalah bu sepi. Orang arisannya setengah jam lagi.”
“Oh, berarti saya kepagian dong. Yaudah deh saya nunggu disini aja. Sekalian mau pamer baju saya, belinya di Singapur loh.”
“Ooh, bagus juga nih bajunya.” Setelah itu ibu Lela kembali ke dapurnya.
Sementara itu mpok minah menjemput ibu Sari.
“Wah, langsung dipake tuh baju baru.” Seru bu Minah melihat penampilan bu Sari.
“Iya dong, bagus yah.” Tubuhnya diputar agar bu Minah melihat seluruh bajunya.
“Cantik bener lu. Hehehe...”

Menjelang arisan dimulai, para ibu telah berada di dalam rumah bu Lela, seraya menunggu kedatangan bu Sari dan bu Minah yang belum datang. Disana mereka membicarakan baju barunya bu Syarif.

“Wah, bagus banget yah. Belinya di Singapur, pasti dirancang sama Ivan Gunawan-nya Singapur nih ?!” nyeletuk satu ibu arisan.
“Ah, segini mah biasa aja lagi. Di rumah masih banyak. Kalau mau maen aja ke rumah saya.”tawar bu Syarif.

Tidak lama kemudian muncullah ibu Sari dengan ibu Minah. Ada kejadian yang mengagetkan ibu-ibu arisan, mereka mendapati bahwa baju yang dipakai bu Syarif dengan bu Sari SAMA PERSIS. Semua terheran-heran. Mata mereka terfokus pada keduanya. 

“Loh, kok bisa kembaran yah bajunya?” tanya satu ibu.
“Yang satu beli di Singapur, yang satunya lagi beli di Tanah Abang.” Sindir ibu yang lain.

Merasakan hal ini, ibu Syarif mukanya langsung merah dan dengan refleks berdiri untuk meninggalkan acara arisan.

“Mau kemana bu? Arisannya belum mulai.” Tanya bu Lela untuk menahan bu Syarif.
“Emh, anu, di rumah mau ada kedatengan tamu. Eh, kalo nama saya kesebut, kasih aja yah ke yang perlu. Saya pamit dulu. Wasalamualaikum”
“Waalaikumsalam” jawab serentak ibu-ibu.

Sesaat keadaan hening, sepasang mata bola saling melihat satu kepada yang lain, teraneh-aneh dengan apa yang telah terjadi.

“Aduh, saya jadi ga enak nih sama bu Syarif, dari tadi dia semanget banget sih nunjukin baju barunya.” Kata bu Lela dengan sedikit menyesal.
“Yaah itulah dia tanggung sendiri malu nya. Itu akibatnya terlalu berlebihan.” Ujar ibu Minah.
“Yaudah nggak apa-apa, ga usah dipikirin. Emang manusia itu ga pernah ngerasa puas. Yang ada kita emang harus ngejaga diri dari godaan yang ada. Numbuhin sifat Qonaah itu perlu. Yaudah yuk kite mulai arisannya.” Kata bu Sari. Setelah itu bu Minah langsung mengeluarkan botol arisannya.

“Yang menang arisan beli baju ke saya yah...” Sindir bu Sari.
Category: 4 comments

4 comments:

Anonymous said...

Ini kisah nyata ya gan? :D
Pasti malu banget deh tuh ibu2 yang pamer. Hahaha.

Ane aja waktu dulu pertukaran pelajar di US, masuk Mall gede gitu, rencana mo kasi oleh2 yang di Indonesia, begitu liat2 ada baju2 bagus. Hampir aja ane bawa ke kasir, eh setelah ane periksa ternyata labelnya "made in Indonesia", ga jadi ane beli deh. Daripada malu jauh-jauh dari US beli baju Indonesia juga. Pas kakek ane naik haji juga gitu, ada tasbih bagus, tapi kakek ane yakin kalo itu bikinan sidoarjo. Hahaha...

Btw, halaman depannya kepanjangan gan. Dikasi read more dong. :)

Unknown said...

Ini cuma cerita dari novel nya Boim Lebon kok,, hehehe...

Bener juga sih, sebenarnya banyak produk kita lebih berkualitas dan dihargai di luar negeri... Pengalaman seperti yang dimiliki agan kerap dirasakan oleh orang banyak saat ini...

Hmm, ooke, makasih gan atas masukannya... :)

Admin said...

kang fariz,folow blog noval yah, http://wianva.blogspot.com/

White Alphard said...

just blog walking gan

bingung mau komen dimana jadi di post ini ajadah

pesan ane buat blog ini klo bisa postingnya dikasih Read More biar ga terlalu panjang isi Home-nya :)

mampir ke blog ane ya gan
whitealpard.blogspot.com

Post a Comment

BUDAYAKAN KOMENTAR YAA.... HEHEHE.... :D
IP
We can check your plugins and stuff

Manusia keren (ketek oren)

Manusia keren (ketek oren)
Panggil gue John. Atau kalo lu udah kepalang muntah, panggil gue fariz... And i'll be there....

Labels

Kebanyakan pengunjung melihat ...

Cuaca Hari Ini